Depth Interview dengan Mr Sukhawat
Dansermsuk
(Chief Operating Officer,
Charoen Pokphand Foods PCL)
Jumat 7 Oktober
2016, rombongan kelas E-56 SB-IPB, melakukan kunjungan widyawisata ke kantor Charoen Pokphand Foods
Public
Company Ltd (CPF), Thailand. Sekitar jam 8:45 bus rombongan memasuki
halaman kantor CPF. Kami disambut dengan hangat oleh staf CPF serta pimpinan
CPF yang terdiri dari Mr. Sukhawat Dansermsuk (COO), Ms. Chalita Gludwin (VP R & D) serta
jajaran pimpinan lainnya. Selama kunjungan, saya beruntung dapat
berbincang-bincang dengan Mr. Sukhawat serta mendapat kesempatan untuk meninjau
berbagai fasilitas CPF.
Kesan pertama saya
Mr. Sukhawat sebagai CPF Chief Operating
Officer, adalah orang yang easy going,
percaya diri, dan dengan senyum yang ramah selalu menyapa staf CPF yang
dilewatinya. Suaranya yang lantang dihiasi dengan bahasa Inggris dan campuran beberapa kata
Thailand, menjadikan perbincangan dengannya terasa cukup hangat.
Beliau bercerita
pernah tinggal beberapa tahun di Malaysia dan sebagai makanan favoritnya adalah
nasi lemak dan rendang. Karena itu beliau bercita-cita membuat jenis kuliner tersebut
menjadi salah satu makanan cepat siap saji (convenient
food) produksi CPF miliknya, untuk dipasarkan ke berbagai negara di Asia Tenggara.
Pabrik pemrosesan
makanan siap saji yang kami kunjungi sudah berdiri sejak lebih dari 40 tahun
yang lalu. Akan tetapi, secara operasional pabrik ini telah banyak mengalami perkembangan,
terutama dapam menerapkan tekologi dan tata kelola lingkungan kerja.
Pengelolaan yang baik terlihat dari kebersihan serta adanya tanda-tanda
petunjuk yang terpasang rapi di tempat mudah terlihat.
Kapasitas produksi
pabrik terus mengalami peningkatan mengikuti penerapan fasilitas produksi yang semakin
caggih. Suhu ruangan pada berbagai tahap pemrosesan makanan cepat siap saji CPF
dijaga berkisar 2 sampai 10 derajat celcius, sesuai dengan tingkat humidity yang diperkenankan. Daging dari
tempat pemotongan ditempatkan dalam kotak-kotak yang teridentifikasi dengan tag
RFID (Radio Frequency Identification) dan kemudian dengan menggunakan sistem robotic
kotak-kotak tadi dipindahkan ke proses selanjutnya.
Menurutnya salah
satu hal terpenting dalam bisnisnya adalah penerapan teknologi yang memberikan
skala ekonomi, dimana output dihasilkan dalam jumlah besar sehingga biaya per
unit dari makanan cepat siap saji menjadi sangat rendah. Intervensi tenaga
kerja manusia dibuat seminimum mungkin, hanya dibatasi pada tahap-tahap yang
membutuhkan supervisi manusia saja. Sehingga jumlah tenaga kerja yang digunakan
dalam pabrik semakin berkurang.
Saat ini pabrik CPF
beroperasi dengan hanya 30 orang tenaga kerja. Bandingkan bila tanpa adanya
teknologi, dengan kapasitas produksi yang sama, membutuhkan lebih dari 500
pekerja. Selain itu lingkungan kerja dibuat sangat hiegenis dengan suhu yang nyaman.
Prinsip manajerial
yang dijalankan tergambar dari ucapannya: “Kami ingin pekerjaan yang manusiawi
bagi karyawan kami, sehingga pekerjaan mengangkat, memindahkan dan pekerjaan
fisik lainnya sedapat mungkin kami otomatisasikan prosesnya. Selain itu, suhu
lingkungan kerja harus rendah agar hiegenis, dan pada suhu tersebut pekerja
harus dapat bekerja dengan perlengkapan alat-alat pelindung serta dengan
suasana kenyamanan yang baik”.
|
Laksa Produksi CPF |
|
Sosis Ayam dan Bumbu Produksi CPF |
Otomatisasi dalam sistem
produksi, tidak menyebabkan karyawan CPF harus dipecat. Karyawan yang berlebih di satu pabrik sebagai
akibat dari penerapan teknologi robotik, direlokasikan ke pabrik-pabrik baru
yang dibangun CPF.
“Kami tidak ingin
melukai hati karyawan kami. Jika kami memecat karyawan karena penerapan
teknologi, kami tidak akan mendapat dukungan yang kami butuhkan dari karyawan dalam
program peningkatan efisiensi dengan teknologi. Selain itu moral pekerja akan runtuh”. “Dengan penerapan teknologi yang baru kami
dapat menggunakan karyawan kami untuk menambah jumlah pabrik dan kapasitas
produksi yang baru”.
Sambil berjalan menuju fasilitas produksi lainnya, Mr.
Sukhawat bertanya kepada saya: “Do you
like Laksa?” dan saya jawab “Yes. I
like Laksa”. “Good, our laksa is very delicious, you have to try it”. Kemudian beliau memanggil stafnya dan memberikan
perintah dalam bahasa Thai.
Belajar dari pengalaman
Seluruh informasi serta
pengetahuan mengenai proses produksi, permasalahan dan solusinya tersimpan
dalam suatu sistem pengelolaan yang disebut logbook.
Setiap pekerja selalu mencatat tentang berbagai kegiatan yang dilakukannya,
permasalahan yang dihadapi serta, bagaimana masalah tersebut dapat dipecahkan,
selama dalam masa jam kerja yang bersangkutan. Dengan demikian karyawan shift
berikutnya selalu mendapatkan informasi tentang kondisi operasional pabrik sebelum
dilakukan pergantian. Para karyawan dapat belajar dari pengalaman yang pernah
terjadi sebelumnya, berdasarkan dari apa yang tercatat secara detail di dalam logbook.
Menurut Mr.
Sukhawat, yang menjadi bottleneck saat ini adalah pasar. “Berapa jumlah penduduk
Indonesia”? “Di Thailand, jumlah penduduknya sekitar 70 juta jiwa dan saat ini
kami merasa pasar ini sangat besar. Indonesia yang memiliki populasi penduduk
sebesar 250 juta jiwa sudah seharusnya memiliki fasilitas pemrosesan makanan
seperti yang anda lihat disini, itu akan membantu menyediakan makanan dengan
kualitas bagus dengan skala produksi yang besar sehingga menjadi sangat ekonomis.” ujarnya.
“Terlebih lagi
dengan AEC (Asean Economic Community)
pasar regional yang dapat disasar lebih dari 600 juta jiwa”. “Saya bisa
produksi nasi lemak dan rendang di Bangkok kemudian mengirimkannya dengan
pesawat AirAsia sebagai sarapan yang lezat bagi orang-orang di Malaysia dan Indonesia”,
Lanjutnya.
Industrialisasi produksi makanan memerlukan simplifikasi dalam hal
variasi menu dan rasa. Dalam hal ini dia memiliki cara tertentu dalam
menghadapi harapan konsumen dengan selera makanan yang berbeda-beda? “Saya
tidak berpikir demikian, karena spektrum selera sangat luas dan yang perlu
ditargetkan adalah mayoritas dari konsumen. Hal ini menjadi salah satu fokus
penelitian tim R & D (Research and Development) kami.” “Kalau saya suka
rasa makanannya, biasanya orang lain juga akan suka”, ujar Mr Sukhawat sambil
tertawa lebar.
Kemudian kami meninjau fasilitas produksi yang terdiri dari lima tingkat
dan proses pengolahan makanan mengalir secara gravitasi dari atas ke bawah
sampai akhirnya makanan dikemas dan siap dikirimkan. Tingkat utilisasi
fasilitas produksi saat ini adalah sekitar 80% dan CPF masih dapat menambah
jumlah produksi untuk mengikuti permintaan pasar. Saat ini ada sedang
diselesaikan 2 pabrik lagi untuk menambah kapasitas produksi.
Dari fasilitas produksi kami berjalan kembali ke gedung utama. Di lobi
sudah disiapkan jejeran meja dengan makanan-makanan terhidang di atasnya. Mr.
Sukhawat mempersilahkan kami untuk mengambil piring, sendok, dan garpu. Ada nasi
hangat yang masih mengepul, sosis ayam, sayuran, sop tom yam dan udang rebus. Semuanya
benar-benar mengundang selera, walaupun saat itu hari belum terlalu siang; baru
jam 10:00.
Saya duduk persis berhadapan dengan Mr. Sukhawat. Beliau bertanya kenapa tidak
mencoba udang rebusnya? Kemudian beliau meminta staf nya untuk mengambil udang
rebus untuk kami makan. Semua yang
dihidangkan adalah produksi CPF. “Only the bowl is not produced by us” ujar
Mr. Sukhawat sambil tertawa lepas.
Biasanya saya alergi terhadap udang, tetapi saat
itu saya beranikan diri untuk mencoba udang dari CPF. Dan Alhamdulillah tidak
ada reaksi alergi yang saya alami selama dan sesudah mencoba udang rebus yang
lezat tersebut.
|
Mr Sukhawat Dansermsuk dan Mohammad Arief Dharmawan |
Di atas meja kami terdapat sebuah botol produk minuman “Snow Mushroom”.
Produk tersebut terbuat dari jamur salju tremella fuciformis. Produk
tersebut dilahirkan dari manfaat jamur salju. Berawal dari seorang anak
didiagnosa hanya satu paru-parunya yang berfungsi, kemudian secara rutin selama
setahun mengkonsumsi jamur salju. Dalam pemeriksaan selanjutnya kedua paru-paru
anak tersebut telah berfungsi normal. Saya mencoba minuman snow mushroom
tersebut, rasanya seperti jelly yang tawar, tetapi sangat menyegarkan.
Minuman snow mushroom merupakan produk CPF yang baru dirilis ke
pasar sekitar satu bulan yang lalu. Promosi sudah mulai dilakukan, tetapi saat
ini lebih berfokus pada ketersediaan produk dan distribusinya. Karena promosi
yang gencar di media TV, radio dan lainnya, tanpa didukung oleh sistem produksi
dan distribusi yang baik tidak akan efektif.
Ms. Chalita, VP R & D bergabung dalam diskusi kami, beliau bercerita
tingkat kesuksesan produk baru di CPF adalah sekitar 40%. Sangat baik diatas
rata-rata 30% tingkat keberhasilan produk baru di industri makanan. Proses
pengembangan produk baru di CPF melalui beberapa fase yaitu: gagasan (discovery),
pengembangan konsep (concept development), prototyping, uji produksi, uji pasar, dan penyempurnaan sebelum product
launching.
|
Sistem Produksi Makanan Terpadu CPF |
Produk convenient food dari
CPF telah mendapat sertifikasi kualitas dan hiegenis. Produk CPF telah memasuki
pasar di berbagai negara Eropa, Afrika, Timur Tengah, Amerika dan Asia.
Fasilitas produksi yang kami kunjungi ini dapat dikatakan sebagai yang
terbesar di dunia dalam hal kapasitas produksi. CPF mengelola keseluruhan
proses dari bibit, pakan, peternakan, pemotongan, pengolahan, produksi dan
distribusi ke outlet-outlet ritel, siap dikonsumsi. Di Thailand sendiri, CPF
bekerja sama dengan 7-Evelen yang
memiliki ribuan outlet penjualan,
serta juga kerja sama dengan berbagai restoran dan pusat-pusat kuliner lainnya.
Penggunaan pengawet dan kendali
mutu
Ms. Chalita menjelaskan proses produksi yang digunakan CPF sudah sangat
maju dengan proses aseptic, sehingga
tidak diperlukan penggunaan bahan pengawet dalam produk makanannya. Selama
proses produksi, suhu ruangan sangat rendah untuk bakteri dapat tumbuh.
Pengemasan yang rapi dan teruji diikuti dengan kendali mutu yang menyeluruh.
Mr. Sukhawat menambahkan proses kendali mutu didukung dengan teknologi
seperti pendeteksian kontaminasi logam, serta teknik image processing
untuk mendeteksi kontaminasi non logam, seperti: rambut, kayu dan lainnya. Produk
berkualitas memerlukan biaya produksi yang mahal, CPF dapat mencapai mutu yang
tinggi melalui penggunaan teknologi, ditambah dengan kapasitas produksi yang
besar biaya pengendalian mutu terdistribusi pada tiap unit box makanan
produksinya sehingga memberikan skala ekonomi. Kualitas yang terbaik dengan
biaya yang rendah.
Riset, teknologi dan development, merupakan komponen penting bagi CPF.
Penggunaan teknologi yang efektif telah memberikan keunggulan kompetitif bagi
CPF, ditunjang dengan proses produksi dan perbaikan berkelanjutan. “Ms. Chalita
dan timnya bekerja di R & D (Research
and Development). Saya juga merupakan bagian dari R & D”, ujar Mr.
Sukhawat.
“Apakah kamu suka laksa nya?” tanya Mr. Sukhawat, saya jawab “it’s
excellent” dan beliau tertawa lebar.
Aspek manusia, teknologi dan
proses
Mr. Sukhawat menjelaskan: “Saya mengelola karyawan saya dengan hati”
sambil meletakkan tangan kanannya di dada, “Semua karyawan adalah manusia
seperti saya, apa yang saya suka mereka juga suka, apa yang saya tidak suka
mereka juga tidak suka.” “Our hearts work like an X-ray which you can look
inside the person, something that you can’t see only by looking at the
appearance”.
Karyawan CPF bekerja dengan kondisi kerja yang sehat, nyaman, dengan jam
kerja yang wajar, dimana mereka dapat pulang tepat waktu untuk memberikan waktu
bagi keluarga. Karyawan juga mendapatkan pelatihan secara terprogram dan
profesional sehingga mereka memiliki kompetensi yang tinggi. Hal-hal inilah
yang memelihara motivasi kerja yang tinggi.
Tidak terasa waktu sudah hampir pukul 11:00. Sudah hampir dua jam kami
berbincang-bincang. Banyak hal yang saya pelajari pagi ini. Dari proses
produksi makanan siap saji, penggunaan teknologi yang efektif untuk mencapai
skala ekonomi, hingga biaya per unit menjadi sangat rendah. Serta bagaimana
seorang COO selama lebih dari 40 tahun berkiprah mengelola organisasinya dengan
hati, sehingga tercipta sebuah sistem usaha yang kondusif dan saling
menguntungkan.
Bravo CPF & Mr. Sukhawat…!
Bangkok/ Jakarta, 6 – 9 Oktober 2016